payakumbuh, tips, padang, download, minang

Senin, 15 Juni 2009

Fenomena Pria Metroseksual

Fenomena Pria Metroseksual

Pria metroseksual lebih dari sekedar fakta, melainkan juga sebuah fenomena yang kian mengejala dihampir semua kota-kota besar di dunia pada dewasa ini. Pria metroseksual ini dikenal tidak ragu menunjukan sisi feminim dalam dirinya. Tapi mereka tetaplah pria normal, hanya saja lebih emosional dalam mengekspresikan keinginan dan perasaanya layaknya kaum wanita.

Oleh karena itu, seperti lazim dilakukan wanita, pria metroseksual ini juga perlu merawat tubuh dan menjaga kebugaran. Mereka sering pergi ke salon buat melakukan perawatan wajah, juga manicure, pedicure dan mandi spa. Selain itu juga fitness, bahkan mereka ini juga sering belanja ke butik-butik.

Kepribadian mereka semakin emosional, ekspresif, liberal, fashionable, dan gaul. Tak heran bila pria metroseksual ini biasanya punya banyak teman, sebab mereka memang dikenal begitu mudah mengekspresikan perasaannya dan lebih komunikatif. Jadi intinya mereka tetaplah pria normal, hanya saja karakter dan kebiasaan mereka lebih ‘women oriented’.

Istilah metroseksual sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Mark Simpson, kolumnis fashion Inggris di Tahun 1994, melalui bukunya Male Impersonators: Man Performing Masculinity, Saat itu ia melihat banyaknya para muda Inggris di kota-kota besar yang dandy dan kaya. Ia biasa menyebutnya, “laki-laki yang sangat menyayangi dan bahkan cenderung memuja diri sendiri (narsistis), serta sangat tertarik pada gaya busana baru dan perawatan tubuhnya. Dari eropa gaya pria metroseksual berkembang hingga ke negeri Paman Sam.

Mereka begitu tertarik akan perawatan tubuh dan sangat fashionable. Dengan wajah dipoles bedak tipis, bibir dioles lip-balm, kulit yang mulus, dan wangi parfum yang menyebar, membuat penampilan mereka begitu cemerlang.

Dengan arus globalisasi dan kemajuan teknologi informasi fisual, fenomena ini juga mengejala di tanah air, dengan dipelopori sejumalah artis seperti Tanto Wiyahya, ferry Salim, ferdy Hasan, dan beberapa artis lainnya. Para selebritis tersebut mengacu bahwa gaya hidup seperti itu dilakukan dengan alasan tuntutan menjaga penampilan demi eksistensi mereka di dunia entertainment.

Berdasarkan Indonesian Metrosexual Behavioral Survei yang pernah dilakukan MarkPlus&Co, para pria metroseksual umumnya paling suka belanja, tidak tabu untuk berdandan dan memanjakan diri dengan berlama-lama di salon, suka ngerumpi berjam-jam di kafe dan sangat fashion-oriented, bangga menggunakan pakaian dalam CK atau Gerguio Armani dan melumuri tubuhnya dengan moisturizer? Serta majalah fashion dan gaya hidup yang khusus ditujukan untuk kaum metroseksual, seperti MAXIM, FHM, DETAIL, dan VITALS, kini juga mulai marak dan menikmati pertumbuhan pembaca yang sangat fantasis.

Saat ini pria pun layak memperhatikan penampilan diri seperti wanita. Lambat laun, nilai – nilai ini semakin kuat tertanam dan diterima sebagai norma umum. Nampaknya hal ini disebabkan karena perempuan menerapkan standar penampilan fisik dalam menilai pria. Nilai ini juga mempengaruhi kebijakan dunia kerja yang mulai memasukkan penampilan diri sebagai kriteria dalam penampilan karyawan. Akibatnya, mau tidak mau pria pun mengikuti aturan yang berlaku: pria meredefenisi stereotype lama dengan cara mulai memperhatikan penampilannya.

Apa yang dulu dilihat sebagai ciri dari suatu jenis kelamin, kini direposisi sebagai milik umum. Sekarang, siapapun berhak menjaga penampilannya, termasuk pria. Artinya, “jika wanita bisa menendang ala Jackei Chan, maka tidak ada salahnya laki – laki mempermak wajahnya seperti Catherine Zeta-Jones”

Gerakan feminis juga memiliki kontribusi besar pada terhadap tumbuhnya pasar produk laki – laki (Kompas, 24/07/2008). Kehadiran berbagai produk kosmetik pria merupakan respon dari kebutuhan nyata, yakni ada sebuah segmen di pasar yang memiliki kebutuhan dan harapan spesifik. Melihat psikologis pria, dalam berbelanja pun pada umumnya mereka masih tetap menggunakan logika. Pria lebih mengutamakan fungsional dari pada unsur emosi. Namun, kalau sudah menyangkut hobi terkadang pengeluarannya bisa lebih heboh dari pada perempuan. “Pria juga relatif bukan penawar harga yang baik, sehingga harga tidak terlalu masalah bagi mereka”.

Namun sebahagian pria tidak ingin disebut pria metroseksual sekalipun mereka menggunakan produk perawatan kulit selayaknya produk wanita, bagi sebahagian pria “pria metroseksual” lebih identik dengan sebutan “banci”.

Leo Burnett World Wide Inc. membagi segmen pria secara psikografis menjadi 5 (lima) kategori, yakni:
1. Metroseksual
Mereka adalah pria-pria yang cenderung lebih sensitive, sangat peduli pada penampilan, menikmati aktivitas perawatan tubuh dan belanja.
2. Retroseksual
Segment ini biasanya menyebut Clint Eastwood atau Sean Conner—ikon pria macho, berwibawa, dan bertanggung jawab—sebagai role mode mereka. Sudah pasti bagi kaum yang “laki-laki banget” ini, nama David Beckham yang berkulit halus tidak masuk hitungan.
3. Maturiten
Yaitu remaja pria yang pintar, matang, pragmatis, dan sangat getol pada internet.
4. Pria modern
Posisinya berada di tengah—tidak termasuk metroseksual ataupun retroseksual. Bagi mereka produk pelembab dan gel masih oke, tapi kalau sampai manicure-pedicure dianggap sudah berlebihan. Mereka mau saja menggunakan produk perawatan wajah, tetapi tidak mau menggunakan produk perawatan wajah yang memiliki beberapa tahap pemakaian (beberap jenis produk untuk satu fungsi).
5. Tipe sang ayah
Mereka adalah pria yang kerap terlihat mendorong kereta bayi dan membeli popok dan susu seperti yang kerap dilakukan kaum ibu. Kegiatan belnja ini mereka lakukan karena betul-betul care pada anaknya ataupun lantaran sang istri (yang juga bekerja).


Dari berbagai sumber
By: ghadi

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Ini merupakan besar peluang bagi produsen kosnetik pria

Posting Komentar

Komentar anda....

 

Say Hallo....



Powered By Blogger

Nilai Tukar Mata Uang

Hardrock FM



Get this radio or tv online here: Radio and TV online
Do you kotabiru ?

© Payakumbuhkota